Membiasakan Perilaku Berani Membela Kebenaran

1. Definisi Berani Membela Kebenaran

Berani dalam Islam sering disebut dengan istilah syaja’ah Menurut bahasa syaja’ah berarti berani atau gagah. Sedangkan arti syaja’ah menurut istilah adalah keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela kebenaran dengan cara yang ksatria dan terpuji. Syaja’ah merupakan suasana bathiniah seseorang yang direalisasikan dalam sikap lahiriah untuk berani mengambil tindakan dengan penuh keyakinan dan siap dengan segala risikonya. Keputusan untuk berani mengambil tindakan ini harus dilandaskan pada kebenaran dan keadilan, sesuai dengan norma agama, adat istiadat maupun hukum positif yang berlaku, agar mendapatkan rida dari Allah Swt.

Lawan kata dari syaja’ah adalah Jubnu yang artinya penakut, yaitu sifat yang cenderung lemah dan pengecut. Sedangkan apabila keberanian yang bersifat berlebihan dan cenderung keras kepala, keras hati dan membabi-buta maka disebut tahawwur  yang artinya nekat. 

Orang yang disebut dengan pemberani adalah orang yang tidak takut menghadapi apa pun demi membela kebenaran dan siap menerima risiko apa saja serta senantiasa takut untuk berbuat kesalahan. Sedangkan yang disebut dengan penakut adalah orang yang justru merasa takut untuk membela kebenaran. Padahal agama mengajarkan kepada setiap muslim untuk menjadi pembela kebenaran dan tidak takut terhadap apa pun kecuali kepada Allah Swt.

Dalam hal menyampaikan dan menegakkan kebenaran Rasulullah Saw. adalah teladan terbaik. Beliau tidak pernah merasa takut terhadap musuh musuh yang menghalang-halanginya untuk menegakkan kebenaran. 

Sikap seperti inilah yang seharusnya diteladani oleh setiap muslim, karena sesungguhnya tidak ada kekuatan yang sanggup mendatangkan manfaat atau mudarat terhadap siapa pun selain Allah Swt. Sebagaimana disampaikan Rasulullah dalam hadis berikut ini:


2. Implementasi Sikap Berani Membela Kebenaran dalam Kehidupan

Adapun implementasi dari sikap berani membela kebenaran dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dalam perilaku sebagai berikut:

a) Berani menghadapi musuh di medan pertempuran (jihad fii sabiilillah)

Dalam konteks ini, keberanian yang nyata adalah keberanian sebagaimana yang dicontohkan oleh generasi pertama umat Islam. Mereka tidak takut menghadapi kematian, tidak terjebak pada hubbu ad-dunya dan lebih mencintai kehidupan akhirat, sehingga ketika datang panggilan jihad, maka mereka akan menyambut dengan semangat yang tinggi. 

Namun dalam konteks kehidupan abad 21 saat ini, tentu saja jihad fii sabilillah tidaklah harus terjun langsung ke medan perang, namun jihad dalam bentuk amar ma’ruf nahiy munkar dengan cara menggelorakan semangat Islam yang ramah bukan Islam yang mudah marah, menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan bela negara sesuai dengan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin, dan lain sebagainya.

b) Berani mengatakan kebenaran

Pada tatanan kehidupan saat ini, tidak semua orang berani untuk menyampaikan kebenaran karena khawatir terhadap risiko yang akan ditanggungnya. Lebih banyak orang yang tampil menjadi pengecut, bermain aman dengan menyembunyikan kebenaran yang diketahuinya karena takut menghadapi risiko yang akan ditimbulkannya. 

Sejatinya, jika ditinjau dari sisi manfaat dan kemuliaan terhadap harga diri seorang mukmin, maka mengatakan kebenaran adalah sebuah keharusan. Tentu saja dibutuhkan keberanian dan kesiapan menanggung segala dampak dan risiko yang akan ditimbulkan.

c) Berani menyimpan dan menjaga rahasia

Menjaga rahasia adalah perkara yang sangat penting tetapi sulit untuk dilakukan pada era kemajuan teknologi saat ini. Tidak semua orang mampu menyimpan rahasia yang merupakan amanah yang harus senantiasa dijaga. 

Dalam hitungan detik, seseorang yang tidak amanah, akan mampu menebar aib dan rahasia orang lain dengan membuat broadcast message melalui media sosial. Sehingga sikap berani menyimpan rahasia merupakan perkara yang sangat penting untuk menjaga kehormatan seseorang termasuk untuk menjaga keberlangsungan dakwah islamiyah jika rahasia tersebut terkait dengan kehormatan Islam.

d) Memiliki daya tahan tubuh yang kuat

Seseorang yang memiliki keberanian, haruslah diimbangi dengan daya tahan tubuh yang besar, karena ia akan menghadapi kesulitan, penderitaan dan risiko yang akan terjadi. Contoh peristiwa yang dialami Bilal bin Rabah yang memiliki daya tahan tubuh yang luar biasa dalam menghadapi siksaan kaum Quraisy demi mempertahankan akidah dan keyakinan Islam dalam dirinya.

Dalam era modern saat ini pun, seorang muslim yang berani mengatakan dan membela kebenaran harus menyiapkan energi ekstra, karena bisa jadi ia akan mendapat tekanan, ancaman dan juga serangan baik fisik maupun psikis sehingga diperlukan energi ekstra untuk menghadapi orang-orang yang tidak senang terhadap keberaniannya.

e) Mampu mengendalikan hawa nafsu

Rasulullah Saw. telah bersabda bahwa orang yang disebut pemberani, bukanlah orang yang kuat berkelahi, melainkan orang yang mampu mengendalikan nafsunya dengan baik karena menghindari murka dan berharap berkah dari Allah Swt. 

Seseorang yang mampu mengendalikan nafsunya sedangkan ia memiliki kesempatan untuk melampiaskan, maka ia dapat digolongkan sebagai seorang yang pemberani. Sebagai contoh seorang penguasa yang dengan kekuasaannya ia bahkan mampu memberikan instruksi untuk menindak tegas orang-orang yang mencaci maki dan menghinanya. Namun tatkala ia mampu mengendalikan diri dan menahan dengan tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana bagi seluruh rakyatnya, maka ia termasuk golongan pemimpin yang berhasil mengendalikan hawa nafsunya.

f) Berani mengakui kesalahan

Mengakui kesalahan bukanlah persoalan yang mudah. Dibutuhkan keberanian tersendiri agar memiliki jiwa yang besar dan hati yang lapang untuk mengakui kesalahan. Tidak sedikit orang yang memilih untuk mengelak dan mengingkari kesalahan dan justru menimpakan kesalahan tersebut kepada orang lain. 

Contoh dalam kehidupan, tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat kesalahan, karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Sehingga berbuat kesalahan merupakan sesuatu yang manusiawi, dan meminta maaf merupakan sebuah amalan yang mulia karena tidak semua orang sanggup melakukannya.

g) Berani objektif menilai diri sendiri

Setiap muslim harus mampu melakukan muhasabah dan introspeksi ke dalam dirinya masing-masing untuk melihat kekurangan dan kelebihan diri sendiri sebelum melihat dan menilai orang lain. Berani bersikap objektif berarti berani jujur terhadap dirinya sendiri. Orang yang mampu bersikap objektif akan mampu mengenali potensi, memahami kekurangan dan kelebihannya sendiri, mampu mengambil keputusan dan solusi atas setiap persoalan dengan mengukur kemampuannya sendiri serta mampu menentukan strategi agar sukses dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. 

Al-Suyuthi dalam kitab Lathaif al Minan yang mengutip pernyataan dari Syaikh Tajudin Ibnu ‘Athaillah menyampaikan bahwa “orang yang mengenali dirinya dengan segala kehinaan, kemiskinan dan kelemahannya, maka ia akan mengenal Allah Swt. dengan segala kemuliaan, kekuasaan dan kekayaan-Nya. Maka mengenali diri sendiri adalah hal yang pertama kali harus dilakukan, sebelum ia mengenali Tuhannya”.


3. Faktor Pembentuk Sikap Berani Membela Kebenaran dalam 

KehidupanSyaja’ah atau berani membela kebenaran dan keadilan, merupakan jalan menuju kemenangan dalam keimanan. Tidak boleh ada kata takut dan gentar bagi seorang muslim, karena keimanan akan menuntun mereka pada keberanian dan tidak gentar menghadapi apa pun. Dan untuk menumbuhkan serta membiasakan karakter berani membela kebenaran harus dimulai dari diri sendiri dengan pola pembiasaan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. 

Berikut ini merupakan faktor pembentuk sikap syaja’ah pada diri seorang muslim yaitu:

1) Takut kepada Allah Swt.

Keyakinan seseorang, bahwa setiap yang dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan perintah Allah Swt. niscaya tidak akan pernah muncul rasa takut terhadap apa pun, kecuali hanya takut kepada Allah Swt.

2) Mencintai kehidupan akhirat

Dunia bukanlah tujuan akhir dari seorang mukmin, melainkan sebuah wasilah dan jembatan antara menuju kehidupan akhirat. Sehingga tidak ada ketakutan bagi seorang muslim untuk kehilangan kehidupan dunia, asalkan ia tidak kehilangan kebahagiaan hidup di akhirat.

3) Tidak takut menghadapi kematian

Kematian adalah sebuah keniscayaan, karena semua makhluk hidup pasti akan mati. Jika ajal sudah datang, maka tidak ada kekuatan apa pun yang mampu menghalanginya. Sehingga seorang muslim harus terus dilatih untuk berani menghadapi kematian kapan pun datangnya.

4) Tidak ragu-ragu dengan kebenaran

Seorang muslim yang memiliki keyakinan terhadap kebenaran dan keadilan, akan siap sedia menghadapi risiko apa pun yang mungkin timbul. Oleh karena itu, dianjurkan kepada setiap muslim untuk menghindari keragu-raguan dengan senantiasa berpedoman pada petunjuk, ajaran dan norma-norma agama sebelum mengambil keputusan dalam kehidupan.

5) Tidak materialistis

Dalam berjuang, ketersediaan materi memang mutlak diperlukan, namun bukan berarti segala-galanya harus dikalkulasi secara materil. Seorang mukmin harus memiliki keyakinan bahwa Allah Swt. Maha Mencukupkan rejeki, bahkan dari sumber yang tidak kita sangka, apabila kita senantiasa berani berjuang, berani berkorban dan bertawakal kepada Allah Swt..

6) Berserah diri dan yakin akan pertolongan Allah Swt.

Orang yang memiliki keberanian untuk berjuang di jalan Allah Swt. tidak akan pernah merasa takut, karena ia akan senantiasa melakukan upayanya selayaknya prosedur yang diajarkan agama yaitu berusaha dengan keras, diimbangi dengan doa, dan selebihnya tawakal dan berserah diri dengan segala ketetapan Allah Swt.

7) Kristalisasi Pendidikan karakter dari keluarga, masyarakat dan sekolah

Membentuk sikap syaja’ah memerlukan waktu yang panjang dan peran dari berbagai stake holder terutama catur pusat pendidikan yang terkait yaitu:

a. Campur tangan utama dari pola asuh dan pola didik dalam keluarga

b. Faktor habituasi dan adat istiadat di masyarakat

c. Program-program penguatan karakter yang dilakukan di sekolah

d. Kajian dan penguatan di majelis-majelis taklim

Semuanya harus berjalan secara sinergis dan bertujuan yang sama untuk membentuk karakter seseorang memiliki jiwa yang pemberani, tidak pengecut, tidak lemah namun tetap berlandaskan pada norma dan kaidah agama 4. Hikmah dan Manfaat Sikap Berani Membela Kebenaran dalam Kehidupan

Berani membela kebenaran (syaja’ah) tidaklah tergantung dari kekuatan fisik, namun justru tercermin dalam kebersihan hati dan kekuatan jiwa. Dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit orang yang berpostur kekar, proporsional, gagah dan perkasa tetapi bernyali kecil dan bahkan pengecut serta lemah hati. Namun tidak sedikit, yang secara fisik terlihat kecil dan kurus, tetapi hatinya sekuat singa padang pasir. 

Berikut ini merupakan manfaat dari sikap berani membela kebenaran dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

a) Manfaat bagi diri sendiri

Seorang mukmin yang memiliki sifat syaja’ah akan memiliki kualitas mental dan bersikap dewasa dalam menghadapi semua persoalan. Ia akan senantiasa bersikap berani memperjuangkan kebenaran dan tidak sampai hati membiarkan terjadinya kemunkaran. Seorang mukmin yang memiliki sifat syaja’ah akan senantiasa mendahulukan perintah Allah Swt. dibandingkan dengan urusan duniawi. Keberanian seorang muslim lahir dari rasa takutnya kepada Allah Swt.

b) Manfaat bagi keluarga

Keluarga yang mendidik dan membiasakan perilaku syaja’ah bagi semua anggotanya, akan hidup dengan tenteram dan nyaman. Mereka tidak akan takut kekurangan materi duniawi, karena segala sesuatu dianggap sebagai sebuah kenikmatan sementara yang bisa mengurangi kadar keberanian dalam mendahulukan perintah Allah Swt.

Sebuah keluarga, mungkin hidup dengan penuh kesederhanaan bahkan mungkin kekurangan jika dibandingkan dengan keluarga lain yang lebih berkecukupan. Namun energi syaja’ah yang mereka miliki akan membuat mereka tetap berani berjuang, bekerja keras berikhtiar, tawakkal kepada Allah Swt. dan qanaah terhadap segala sesuatu yang mereka terima. 

Sebaliknya, tidak sedikit orang yang hidup berkecukupan, bahkan berlimpah materi, namun mereka takut jatuh miskin, takut hidup sengsara, tidak siap hidup menderita dan lain sebagainya, sehingga menghalalkan segala cara yang tidak dibenarkan agama, untuk karena mereka tidak takut terhadap murka Allah Swt.

c) Manfaat bagi agama, negara dan bangsa

Bangsa yang besar akan terwujud jika masyarakatnya terbiasa dan memiliki budaya berani (syaja’ah) dalam setiap langkahnya. Lihatlah bagaimana Rasulullah Saw. memimpin Madinah sebagai kepala negara dan pemimpin agama Islam sekaligus, hingga Islam berkembang dan mencapai kejayaan. 

Karena dilandasi dengan sifat keberanian yang berdasarkan berlandaskan pada norma dan syariat agama sehingga masyarakatnya merasa aman, nyaman, tenteram, toleran dan dalam kemakmuran, meskipun hidup dalam keberagaman.

Demikian juga, seandainya seluruh rakyat Indonesia terutama masyarakat muslim memiliki sifat syaja’ah, maka negara kita akan menjadi negara yang kuat, maju dan terhindar dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan norma agama seperti korupsi, peredaran narkoba, terorisme dan tindakan tindakan kriminal lainnya karena seluruh masyarakat dan aparat penegak hukum berani dan kompak dalam ber-amar ma’ruf nahiy munkar sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing.

Baca juga : 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel