Hikmah dan Pesan Damai dari Dakwah Wali Songo di Tanah Jawa

Jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, terlebih dahulu telah berkembang agama dan budaya dengan corak Hindu-Budha. 

Bahkan sebelum Hindu dan Budha berkembang pun, telah didahului dengan perkembangan kepercayaan yang dianggap asli kepercayaan nenek moyang yaitu kepercayan animisme dan dinamisme. 

Agama Islam datang sebagai pembaharu, yang tentu saja tidak bisa serta merta merubah begitu saja budaya dan kepercayaan lama yang telah dipegang teguh secara turun temurun oleh masyarakat Nusantara. 

Datangnya sebuah kebudayaan baru, tidak akan mungkin langsung mempengaruhi keseluruhan masyarakat, sehingga diperlukan proses yang bertahap dan pelan-pelan. Para Wali Songo, menyisipkan nilai-nilai dan ajaran Islam sedikit demi sedikit melalui pendekatan budaya yang sudah berkembang di masyarakat, sehingga terjadilah apa yang dinamakan akulturasi dan asimilasi budaya yaitu adaptasi budaya lama yang sudah ada, dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam.

Metode dakwah yang dilakukan oleh para Wali Songo benar-benar merangkul dan merengkuh semua lapisan masyarakat. Tidak ada satupun wali yang melakukan cara-cara kekerasan dalam berdakwah sehingga proses adaptasi, asimilasi dan akulturasi budaya tersebut dapar berjalan dengan harmonis dan minim konflik.

Dengan masuknya ajaran Islam, tidak lalu membuat tradisi Hindu dan Budha hilang begitu saja. Bentuk-bentuk budaya baru yang merupakan hasil dari proses asimilasi tersebut, tidak hanya yang bersifat kebendaan dan materialis, namun juga budaya yang menyangkut perilaku masyarakat Nusantara.

Proses masuknya budaya yang baik, adalah dengan tidak menggunakan cara-cara yang kasar dan melukai hati, meskipun juga tetap harus mengandung unsur ketegasan. Hal inilah yang selalu menjadi pegangan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara yang pada saat itu masih menganut agama kepercayaan dan masih banyak ditemui praktik syirik dan musyrik dalam kehidupan sehari-hari. Namun kiranya strategi dakwah bil lisan, bil hikmah wal mauidlatil hasanah, para wali pun menunjukkan sifat-sifat uswatun hasanah merupakan strategi dakwah yang masih relevan untuk diteladani kembali saat ini.

Tengoklah di masa modern saat ini, berkembangnya cara-cara yang tidak beretika dalam pelaksanaan dakwah Islam, memunculkan kekhawatiran akankah wajah Islam di mata pemeluk agama lain, kemudian membentuk framing dan citra yang buruk? Berkembangnya pemikiran-pemikiran ekstrim di Indonesia saat ini seolah memberi ruang untuk saling memaki, saling mencaci, saling mencela, berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya. 

Forum dan kajian dakwah Islam yang dihiasi dengan pernyataan-pernyataan menghasut dan menghina ormas lslam lain, sungguh merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan apabila masih dibiarkan dan tidak dilakukan upaya-upaya perbaikan.

Oleh karena itulah, melalui kalangan pelajar dan remaja, hendaklah kembali digaungkan semangat berdakwah, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kelembutan, keramahan, penuh dengan norma dan sopan santun serta menghindari tindakan kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo, diteladani dan dikembangkan dalam frame negara kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku bangsanya ini.

Bahwa dakwah adalah untuk mengajak, bukan untuk mengejek. Dakwah adalah untuk mengajar, bukan untuk menghajar, dakwah dilakukan untuk membina bukan untuk menghina, dakwah dilakukan untuk mencintai bukan untuk mencaci, dan dakwah dilakukan untuk menasehati, bukan untuk menusuk hati golongan yang lain.

Baca juga : 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel