Tablig

a. Pengertian Tablig

Menurut tinjauan bahasa, kata tablig berasal dari kata ballagha yang artinya menyampaikan atau memberitahukan pesan atau ceramah secara lisan atau perkataan. 

Makna lainnya adalah ceramah yang tidak disertai dengan rukun seperti khutbah. Bukan sekadar ceramah atau pesan biasa, tetapi sebuah ceramah yang sumbernya dari ajaran Islam yang disampaikan kepada satu orang atau banyak orang, agar mengamalkan isi pesan tersebut.

Disebabkan fokusnya kepada pengamalan isi pesan, maka tablig harus dikemas agar menarik, tidak membosankan, tidak menggurui, tidak menyimpang dari substansi dan disampaikan secara sopan. Adapun pelaku penyampai ceramah atau pesan disebut mubalig (laki-laki) atau mubaligah (perempuan).

Namun, jika ditinjau dari pengertian istilah, tablig memiliki beberapa makna, antara lain:

1. Menyampaikan aturan Islam baik dari yang termaktub dalam Al-Qur’an maupun Hadis yang ditujukan kepada umat manusia.

2. Menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

3. Bagian dari dakwah islamiyah dalam bentuk khusus (lisan dan tulisan) untuk disampaikan kepada pihak lain.

4. Menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang atau lebih untuk diketahui dan dipahami, lalu diamalkan isinya.

5. Sebuah profesi yang dilakukan untuk menyampaikan atau menyiarkan agama Islam kepada umat.

Berdasarkan pengertian tersebut, tersimpul bahwa tablig merupakan bagian dari dakwah. Tablig lebih banyak berisi pesan atau ceramah lisan dan perkataan, sementara dakwah lebih luas, tidak hanya lisan tetapi juga perilaku dalam kehidupan sehari-hari. 

Khusus di Indonesia, konsep tablig tidak hanya berisi ceramah lisan, tetapi juga berisi kegiatan keagamaan lainnya. Misalnya kita kenal istilah tablig akbar yang biasanya dilaksanakan di tempat yang luas dan dihadiri lebih banyak peserta, serta biasanya diisi dengan dzikir bersama, sehingga terjadi perbedaan konsep atau persinggungan makna dan istilah yang dipakai yang tertanam pada benak masyarakat umum.


b. Dalil Adanya Tablig

Perhatikan juga isi kandungan dari beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini, misalnya Q.S. al-Māidah/5: 99, Q.S. ar-Ra’d/13: 40, dan Q.S. al-Nahl/16: 35 yang isinya tentang tablig.


c. Ketentuan Tablig

Ada beberapa ketentuan dan tara cata yang harus diperhatikan, terkait dengan pelaksanaan tablig, yaitu:

1. Ketentuan Tablig

a) Dilakukan dengan cara yang sopan, lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.

b) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh jamaah.

c) Mengedepankan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.

d) Materi tablig yang disampaikan harus mempunyai rujukan yang kuat dan jelas sumbernya.

e) Disampaikan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, termasuk aspek psikologis dan sosiologis para jamaah.

f) Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, berselisih, merusak, dan mencari-cari kesalahan orang lain.


2. Tata Cara

Tata cara/strategi tablig harus merujuk teladan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya dalam melaksanakan dakwah atau tablig. Jika tidak, tablig yang bertujuan baik, malah berubah menjadikan citra Islam tidak baik, bahkan merusak citra, tentu semua itu harus menjadi kesadaran bersama.

Sejarah Islam pun telah memberi teladan dalam bertablig, yaitu:

a) Mengajak orang terdekat terlebih dahulu, menuju profil muslim yang menyatu antara kata dan perbuatan, lalu mengajak kepada masyarakat luas. Sebab, keluarga merupakan kunci sukses, karena pihak lain akan melihat dulu pribadi dan keluarganya. Perhatikan isi kandungan Q.S. ash-Shaf/61: 2-3, dan Q.S. Luqmān/31: 12-19)!

b) Dekati pihak lain sesuai dengan kapasitas ilmu dan martabatnya. Karena itu, perlu pendekatan dan strategi yang beragam, apalagi kondisi saat ini yang serba cepat, praktis, dan canggih. Semua itu mengharuskan adanya perubahan dalam tablig (Q.S. al Muddatstsir/74}: 1-7).

c) Mengajak diri dan pihak lain untuk saling membantu agar tablig dapat terlaksana dengan baik, bertahap, berkesinambungan, menjangkau semua lapisan masyarakat, serta adanya segmen tablig yang jelas antara mubalig satu dengan yang lain, sehingga semua lapisan masyarakat terkena sasaran tablig (Q.S. al-Māidah/5}: 2).

Di samping itu, ada beberapa hal yang patut dijadikan pedoman dalam tablig, yaitu kekuatan keimanan dan kesabaran. Artinya, kesuksesan tablig sangat dilandasi kuatnya iman, sekaligus dibarengi adanya pola manajemen yang handal. Hal ini dapat dicontoh dari cara dan strategi yang dilakukan para Walisongo dan tokoh lainnya dalam menyebarluaskan Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.

Hanya sayangnya, sekarang strategi ini sudah mulai ditinggalkan oleh para mubalig, sehingga realitas memberi bukti, meski tidak semua, tablig yang dilakukan lebih bersifat seremonial belaka, lebih banyak unsur humornya, melupakan tujuan dan substansi, akibatnya tampak kehilangan ruh dan jiwa, serta kurang memberi dampak positif dalam mengubah perilaku masyarakat.

Oleh sebab itu, kembalilah kepada semangat tablig yang baik dan benar. Berikut ini ada beberapa kepribadian dai yang mesti diubah, yakni: (a) Lemah Sikap atau tidak tegas, sehingga mengantarkan hancurnya kedisiplinan. (b) Lemah Hati sehingga menyebabkan rapuhnya cita-cita. (c) Lemah Pikiran, menjadikan problematika tak cepat terselesaikan, dan yang paling penting (d). Lemah Iman, yang mengakibatkan begitu mudah masuknya bujuk rayu, nafsu, dan godaan duniawi.

Itulah sebabnya, sangat perlu adanya perubahan strategi tablig dalam masyarakat modern, apalagi didasari realitas tentang adanya tantangan tantangan sosial dan budaya yang semakin kompleks, sehingga model dan pola tablig relevan dengan kebutuhan zaman, akhirnya umat ini memiliki jatidiri yang mantap yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. Kepribadian umat yang teguh, kokoh, dan kuat; serta seimbang capaian lahir batin, dunia akhirat; sekaligus terpadu iman taqwanya, baik amal ibadahnya, serta santun akhlaknya (syāmil dan kāffah).

b. Pola hidupnya selalu menebar kedamaian untuk semua, tegak lurus di atas kebenaran dan keadilan, serta bersemangat menerapkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘ālamīn (damai, santun, dan menenteramkan untuk semua).

c. Mengedepankan model atau pola tablig yang bernafaskan bil hikmah wal mau’idhatil hasanah (bijak, beradab, dan modern). Sedang tata caranya perlu diwujudkan melalui tindakan nyata (bil lisāni wal hāl), contoh dan teladan (uswatun hasanah), dan manajemen yang baik (amal jamā’ī).


3. Peragaan/Praktik Tablig

Setiap orang yang memilih profesi tablig, harus benar-benar menata kepribadiannya, sehingga pihak lain yang menjadi objek tablig tertarik dan bersedia ikut dengan kerelaan hati. Itu sebabnya diperlukan banyak persyaratan yang harus dipenuhi, seperti paparan yang sudah disebutkan, juga banyak menempuh jalan persuasif dan mengedepankan pendekatan budaya masyarakatnya.

Sebaliknya, hindari menempuh jalan konfrontatif, teror, dan radikal, yang akibatnya pihak lain memberi label yang kurang bagus kepada Islam dan kaum muslim; bukannya semakin dekat, tetapi malah menjauh; bukan simpati yang didapat, malah antipati dan benci. Oleh karena itu, sekali lagi penting sekali ditempuh seruan dan ajakan yang damai, sejuk, santun, dan menenteramkan.

Sebagai bagian dari peragaan atau praktik bertablig, maka ada tahapan langkah-langkah yang harus diikuti, yaitu:

a) Tahap persiapan

Rujuklah dan pelajari materi tablig, agar sesuai dengan kebutuhan jamaah atau audiens

b) Tahap pelaksanaan

Saat tablig, maka informasi yang disampaikan harus yang praktis, singkat dan serba cepat, dengan tetap mengedepankan bahasa yang sederhana, mengajak jamaah berdiskusi dan mengandalkan logika dan akal sehat, melibatkan juga mata hati, serta menghindari gaya yang menggurui, menekan, apalagi memaksa.

Islam itu kebenaran, maka materi tablig juga harus disampaikan secara terbuka, utuh, dan komprehensif, sehingga jamaah dengan kesadaran sendiri dapat menerima ajaran Islam dan menemukan sendiri kebenaran itu.

Memang cara itu terasa sulit, tetapi sangat elegan dan pantas dikedepankan, karena Islam sendiri hadir bukan di ruang hampa, tetapi sejak awal sudah berhadapan dengan beragam realitas yang umumnya berbeda, dan berdasarkan Sirah Rasulllah Saw., ternyata realitas yang berbeda tersebut mampu diadaptasi, diubah, dan dicegah sehingga sejalan dengan ajaran Islam.

Tercapainya keberhasilan memang perlu waktu, kesabaran yang tinggi, dan menggunakan beragam metode dan strategi, serta mendayagunakan sarana penunjang yang memadai/mendukung.

Jangan lupa hindari upaya memaksa, apalagi menggunakan kekerasan, tidak terkesan menggurui, dan mempertimbangkan juga waktu yang tersedia. Gunakan pula metode yang menyenangkan dengan prinsip 3 F (Fun, Fresh, dan Focus), serta tidak berlebihan dalam menggunakan humor dan jenaka.

c) Tahap Konsolidasi

Sebagai tahap akhir, upayakan adanya pemantapan pemahaman materi tablig dalam bentuk kesimpulan atau resume, dan hal-hal apa saja yang harus ditindaklanjuti, biasanya dikenal dengan RTL (Rencana Tindak Lanjut). 

Hal ini perlu dilakukan agar setiap jamaah ada kesadaran diri untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas amal, dan tidak kalah pentingnya tidak terjadi bias pemahaman bagi jamaah atau audiens, sebelum mengakhiri kegiatan tablig.

Baca juga : 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel